hai
Penulis: Jasmine Mega Mawarni
December 6, 2024
Di masa kini, Tari Perang dipentaskan ketika terdapat acara pesta adat pengukuhan atau penyambutan kedatangan para petinggi ketika berkunjung ke Pulau Enggano. Tari Perang ini dipersembahkan oleh masyarakat Enggano itu sendiri, baik dari kalangan dewasa maupun remaja. Dilengkapi dengan pakaian adat yang terbuat dari daun pisang, mengikatkan daun Kitoh di kepala dan menggunakan properti berupa parang serta tombak menjadikan Tari Perang menciptakan kesan tersendiri bagi para penonton yang sering kali terhanyut dalam gerakan, syair, dan kisah di baliknya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan arus modernitas, kesadaran masyarakat khususnya pemuda di Pulau Enggano dalam mempertahankan tradisi budaya tari mulai memudar. Terkadang, masyarakat hanya sekedar tahu tanpa mengerti makna dari gerakan-gerakan dalam tari dan isi syair yang dinyanyikan selama tarian berlangsung. Regenerasi yang terjadi dalam kelompok tari pun masih belum melibatkan masyarakat di setiap desa maupun setiap suku, tetapi didominasi oleh masyarakat dari desa tertentu saja.
Adanya rasa keterkaitan dengan tanah yang mereka tempati dapat diciptakan melalui sebuah budaya. Poros utama dalam mempertahankan eksistensi masyarakat adat salah satunya adalah dengan mempertahankan tradisi dan budaya. Terkadang tanpa disadari, budaya dan tradisi mencerminkan sebuah identitas dari suatu kelompok masyarakat sehingga dengan mempertahankannya akan membuat budaya tersebut hidup dan berkembang mendampingi masyarakatnya. Selain itu, tradisi dan budaya sering memainkan peran penting dalam memperkuat solidaritas di suatu komunitas masyarakat adat.
Oleh karena itu, penting untuk menjadi perhatian khusus bagi masyarakat Enggano dan para pihak terkait baik itu pemerintah, komunitas adat, dan pengelola komunitas budaya agar senantiasa menjaga tradisi dan budaya yang telah tertanam di kehidupan masyarakat Enggano.